Lambang Kota Pariaman |
Kota Pariaman merupakan salah satu kota di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Penduduknya didominasi oleh etnis Minangkabau dan sebagian besar beragama Islam, dengan tradisi budaya yang masih kental dengan nuansa islami. Inilah yang membuat kota Pariaman dikenal dengan kota tujuan wisata budaya yang Islami. Kota ini berjarak sekitar 56 km dari kota Padang atau 25 km dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM)
Dulunya, kota Pariaman telah menjadi kota pelabuhan penting di pantai barat Sumatera. Namun seiring dengan kedatangan Vereenigde Ootindische Compagnie (VOC) yang berhasil mengusir pengaruh kesultanan Aceh, dan kemudian pemerintah Hindia-Belanda menjadikan kota Padang yang membuat pelabuhan Pariaman ditinggalkan.
Kota Pariaman resmi berdiri sebagai kota otonom pada tanggal 2 Juli 2002 dan pada saat usianya yang ke-9 tahun kota Pariaman telah banyak melakukan perubahan, baik dari segi infrastruktur maupun dari kualitas masyarakatnya.
Di kota Pariaman terdapat banyak obyek wisata yang menarik yang dapat dinikmati bersama teman ataupun keluarga. Di sini kita dapat menikmati keindahan dan ketenangan pantainya, diantaranya ada Pantai Gandoriah, Pantai Cermin, dan Pantai Kata. Kita juga bisa mengunjungi pulau-pulau kecil yang eksotis (Pulau Kasiak, Pulau Tangah, Pulau Angso Duo, Pulau Ujung) sambil ditemani dengan nikmatnya makanan khas kota Pariaman. Siapa saja boleh berkunjung ke Pariaman, orang-orang disini sangat welcome dan ramah dengan siapa saja.
Berikut ini ada beberapa tradisi budaya masyarakat kota Pariaman yang kental dengan nuansa islaminya dan masih tetap terjaga hingga sekarang :
1. Kesenian Indang
Di kota Pariaman terdapat banyak obyek wisata yang menarik yang dapat dinikmati bersama teman ataupun keluarga. Di sini kita dapat menikmati keindahan dan ketenangan pantainya, diantaranya ada Pantai Gandoriah, Pantai Cermin, dan Pantai Kata. Kita juga bisa mengunjungi pulau-pulau kecil yang eksotis (Pulau Kasiak, Pulau Tangah, Pulau Angso Duo, Pulau Ujung) sambil ditemani dengan nikmatnya makanan khas kota Pariaman. Siapa saja boleh berkunjung ke Pariaman, orang-orang disini sangat welcome dan ramah dengan siapa saja.
Berikut ini ada beberapa tradisi budaya masyarakat kota Pariaman yang kental dengan nuansa islaminya dan masih tetap terjaga hingga sekarang :
1. Kesenian Indang
Kesenian Indang |
Indang adalah salah satu kesenian anak nagari Pariaman yang sudah berkembang sejak abad ke 13 seiring dengan masuknya agama Islam ke Minangkabau. Kesenian ini dimainkan oleh 13 orang penari plus 1 orang tukang dzikir. Pemain memainkan alat musik tambourin mini yang disebut dengan rapai. Biasanya kesenian ini ditampilkan pada malam hari. Syair indang yang disebut dengan radaik berisikan shalawat nabi, hikayat dan cerita keagamaan. Pengunjung bisa menikmati indang di pasar malam, pesta nagari, atau acara tradisional lainnya.
2. Pertunjukkan Dabuih (Debus)
Dabuih atau debus, sebuah atraksi klasik penuh thriller, adalah kesenian yang berasaskan Religious yang menurut sejarahnya diturunkan oleh Nabi ibrahim as.kepada pengikutnya yang setia. Orang-orang dari Asia Barat yang membawanya ke Indonesia melalui penyebaran islam masuk ke Aceh terus ke Minangkabau dan Banten. Kesenian ini mempertunjukan ketahanan seseorang terhadap benda–benda tajam dan sejenisnya. Permainan dabuih dimainkan oleh beberapa orang. Sementara atraksi berlangsung, diiringi dengan ucapan zikir kepada Allah SWT dan musik pengiring berupa gendang an talempong jao. Adapun pertunjukan yang disungguhkan antara lain :
- Berjalan di atas pecahan kaca
- Tidak mampan dengan senjata tajam
- Menumpuk padi di atas perut
- Memotong lidah dengan perang
- Memegang rantai panas
Pengunjung dapat meyaksikan dabuih pada acara khusus seperti pasar malam, penampilan kesenian anak nagari pada menjelang tabuik dihoyak di Bulan Muharam.
3. Tradisi Malamang
2. Pertunjukkan Dabuih (Debus)
Pertunjukkan Dabuih |
Dabuih atau debus, sebuah atraksi klasik penuh thriller, adalah kesenian yang berasaskan Religious yang menurut sejarahnya diturunkan oleh Nabi ibrahim as.kepada pengikutnya yang setia. Orang-orang dari Asia Barat yang membawanya ke Indonesia melalui penyebaran islam masuk ke Aceh terus ke Minangkabau dan Banten. Kesenian ini mempertunjukan ketahanan seseorang terhadap benda–benda tajam dan sejenisnya. Permainan dabuih dimainkan oleh beberapa orang. Sementara atraksi berlangsung, diiringi dengan ucapan zikir kepada Allah SWT dan musik pengiring berupa gendang an talempong jao. Adapun pertunjukan yang disungguhkan antara lain :
- Berjalan di atas pecahan kaca
- Tidak mampan dengan senjata tajam
- Menumpuk padi di atas perut
- Memotong lidah dengan perang
- Memegang rantai panas
Pengunjung dapat meyaksikan dabuih pada acara khusus seperti pasar malam, penampilan kesenian anak nagari pada menjelang tabuik dihoyak di Bulan Muharam.
3. Tradisi Malamang
Malamang |
Malamang artinya memasak lemang. Lemang adalah penganan yang berasal dari bahan ketan, kemudian dimasukkan kedalam bambu yang sudah berlapis daun pisang muda.
Tradisi ini dapat ditemui hampir di seluruh wilayah Minangkabau baik di daerah darek (darat), seperti Solok, Bukitinggi, Payakumbuh, Padang, Painan, termasuk kota Pariaman.
Di Ranah Minang, tradisi Malamang ini, biasanya dilakukan secara bergotong royong, tidak dilakukan oleh pribadi untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai bagian dari kebiasaan yang dilakukan secara bersama oleh sekelompok masyarakat atau kerabat. Praktek pelaksanaan tradisi malamang ini, dilaksanakan untuk kepentingan tertentu, yaitu beberapa hari menjelang datangangnya bulan Ramadhan, pada hari kedua belas Rabi’ul Awam sebagai menu pada Acara Maulud Nabi dan pada saat acara perhelatan /acara selamatan. Lemang – lemang yang dibuat, akan dihidangkan kepada tamu (atau siapa saja) yang datang pada kegiatan itu.
Ada yang menghidangkannya pada saat menerima tamu yang berkunjung untuk silaturahmi untuk menyambut datangnya Ramadhan sebagai event yang penting dalam acara saling bermaaf -maafan, termasuk pada saat Hari Raya. Bisa juga dihidangkan ketika sebuah keluarga mengundang warga untuk membaca doa selamat / perhelatan. Tingkat penghidangan lemang sebagi menu penganan dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu.
4. Pesta Budaya TabuikTradisi ini dapat ditemui hampir di seluruh wilayah Minangkabau baik di daerah darek (darat), seperti Solok, Bukitinggi, Payakumbuh, Padang, Painan, termasuk kota Pariaman.
Di Ranah Minang, tradisi Malamang ini, biasanya dilakukan secara bergotong royong, tidak dilakukan oleh pribadi untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai bagian dari kebiasaan yang dilakukan secara bersama oleh sekelompok masyarakat atau kerabat. Praktek pelaksanaan tradisi malamang ini, dilaksanakan untuk kepentingan tertentu, yaitu beberapa hari menjelang datangangnya bulan Ramadhan, pada hari kedua belas Rabi’ul Awam sebagai menu pada Acara Maulud Nabi dan pada saat acara perhelatan /acara selamatan. Lemang – lemang yang dibuat, akan dihidangkan kepada tamu (atau siapa saja) yang datang pada kegiatan itu.
Ada yang menghidangkannya pada saat menerima tamu yang berkunjung untuk silaturahmi untuk menyambut datangnya Ramadhan sebagai event yang penting dalam acara saling bermaaf -maafan, termasuk pada saat Hari Raya. Bisa juga dihidangkan ketika sebuah keluarga mengundang warga untuk membaca doa selamat / perhelatan. Tingkat penghidangan lemang sebagi menu penganan dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu.
Budaya Tabuik |
Tradisi budaya yang satu ini sudah tidak asing lagi buat kita, karena tradisi ini telah menjadi ikon Kota Pariaman yaitu Pesta Budaya Tabuik. Tabuik telah dikenal hingga kemancanegara, tabuik pernah tampil dan dihoyak di Washington DC, Amerika Serikat. tabuik juga pernah dihoyak di Istana Merdeka dalam perayaan HUT RI pada 17 Agustus 2010 dan dalam waktu dekat ini rencananya tabuik akan dihoyak di Berlin, Jerman.
Tabuik yang diselenggarakan setiap tanggal 1 sampai 10 Muharram ini merupakan suatu upacara untuk memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61 Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi. Cucu Nabi Besar Muhammad ini dipenggal kepalanya oleh tentara Muawiyah dalam perang Karbala di Padang Karbala, Irak. Kematian tersebut diratapi oleh kaum Syiah di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri. Akhirnya tradisi mengenang kematian cucu Rasulullah tersebut menyebar ke sejumlah negara dengan cara yang berbeda-beda. Di Indonesia, selain di Pariaman, ritual mengenang peristiwa tersebut juga diadakan di Bengkulu. Dalam perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali, tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam, setelah ia meninggal. Namun, janji itu ternyata dilanggar dengan mengangkat Jasid (anaknya) sebagai putera mahkota. Selama prosesi pembuatan tabuik, dilaksanakan berbagai festival kesenian anak nagari seperti pencak silat, lomba gendang tasa, lomba musik islami, kesenian indang, dabuih, pemilihan cik uniang dan cik ajo kota Pariaman.
0 komentar:
Posting Komentar